Penilain buruknya pengelolaan laporan keuangan milik pemerintah Kota Tual oleh Badan pemeriksa keuangan BPK perwakilan Maluku diakui wakil walikota Tual, Adam Rahayaan karena faktor utamanya yaitu belum sepenuhnya penyerahan sejumlah aset daerah daria kabupaten Maluku Tenggara ke Kota Tual.
menurut Adam Rahayan, mereka sudah berupaya maksimal untuk mendapatkan predikat wajar dengan pengecualian, hanya saja BPK menemukan adanya aset-aset daerah yang belum dapat dipertangungjawabkan dan aset-aset ini tercatat sebagai kekayaan daerah yang harus dipertanggungjawabkan.
Adam Rahayaan mengakui, memang ada sejumlah indikator BPK melahirkan pendapat atas hasil audit terhadap APBD Kota Tual, kekayaan daerah yang terdiri dari aset bergerak dan tidak bergerak termasuk pembagian dana Abadi sebesar Rp 70 miliar bagi kabupaten, kota yang telah memekarkan diri dari Kabupaten Malra.
Ada beberapa indaktor melahirkan opini BPK atas penilaian hasil audit BPK atau APBD kota Tual, mereka sudah berusaha melaksankan secara maskimal untuk mendapat opini wajar tanpa pengecualian WTP, tapi kendala dipenyarahan aset daerah pasca pemekarana kota Tual dan kabupaten Induk kabupaten Malra dan hampir sebagian besar sangat mempengaruhi, karena ini dicatat sebagai kekayaan daerah yakni asset beregkan dan aset tidak beregark termasuk dana abadi setipa tahun dianggarankan dan total 70 miliar.
Dalam rilisnya pada pekan lalu di ambon, badan pemeriksa keuangan BPK Maluku, meyebutkan laporan keuangan kota tual terburuk, ini sesuai dengan hasil pemeriksaan lanjutan tahun 2005 – 2012, semester satu.
Diantara 11 kabupaten kota di Maluku, laporan keuangan kota tual termasuk yang terburuk, BPK menduga pemkota tual tidak mendukung kinerja BPK, dan sumber daya untuk menyusun laporan keuangan masih minim.